Selasa, 29 April 2014

TUGAS SOFTSKILL PEREKONOMIAN INDONESIA



Presiden yang berpengaruh besar dalam perkembangan Indonesia adalah Soeharto yang kepemimpinan nya diberi nama masa orde baru.
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan presiden soeharto di indonesia.Orde Baru menggantikan orde lama yang merujuk kepada era pemerintahan soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde Lama.
Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar. Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya.
Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 september 1996 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 september 1996, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau Orde Baru. Pengucilan politik - di eropa timur sering disebut lustrasi- dilakukan terhadap orang-orang yang terkait dengan partai komunis indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan menggelar mahkamah militer luar biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat "dibuang" ke pulau buru
Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melalui pembuatan aturan administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk menyeleksi kekuatan lama ikut dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET (eks tapol).
Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PADjuga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan daerah.
Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar seskoad II 1966 dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali moertopo. Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwi tujuan, bisa tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang kekuatan golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital internasional, Soeharto mampu menciptakan sistem politik dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.
Eksploitasi sumber daya Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970 an dan 1980 an.
Penataan Kehidupan Ekonomi
Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi
Untuk mengatasi keadaan ekonomi yang kacau sebagai peninggalan pemerintah Orde Lama, pemerintah Orde Baru melakukan langkah-langkah:
  • Memperbaharui kebijakan ekonomi, keuangan, dan pembangunan. Kebijakan ini didasari oleh Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966. mengeluarkan garis
  • MPRS program pembangunan, yakni program penyelamatan, program stabilisasi dan rehabilitasi.
Program pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi nasional, terutama stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Yang dimaksud dengan stabilisasi ekonomi berarti mengendalikan inflasi agar harga barang-barang tidak melonjak terus. Dan rehabilitasi ekonomi adalah perbaikan secara fisik sarana dan prasarana ekonomi. Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan sistem ekonomi berencana yang menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Langkah-langkah yang diambil Kabinet Ampera yang mengacu pada Ketetapan MPRS tersebut adalah:
  • Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan kemacetan. Adapun yang menyebabkan terjadinya kemacetan ekonomi tersebut adalah:
  1. Rendahnya penerimaan negara.
  2. Tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran negara.
  3. Terlalu banyak dan tidak efisiennya ekspansi kredit bank
  4. Terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri.
  5. Penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana.
  • Berorientasi pada kepentingan produsen kecil
Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut, maka pemerintah Orde Baru menempuh cara-cara:
  • Mengadakan operasi pajak
  • Melaksanakan sistem pemungutan pajak baru, baik bagi pendapatan perorangan maupun kekayaan dengan cara menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang.
  • Menghemat pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin), serta menghapuskan subsidi bagi perusahaan Negara.
  • Membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor.
Program stabilisasi ini dilakukan dengan cara membentung laju inflasi. Dan pemerintah Orde Baru berhasil membendung laju inflasi pada akhir tahun 1967-1968, tetapi harga bahan kebutuhan pokok naik melonjak. Sesudah dibentuk Kabinet Pembangunan pada bulan Juli 1968, pemerintah mengalihkan kebijakan ekonominya pada pengendalian yang ketat terhadap gerak harga barang khususnya sandang, pangan, dan kurs valuta asing. Sejak saat itu ekonomi nasional relatif stabil, sebab kenaikan harga bahan-bahan pokok dan valuta asing sejak tahun 1969 dapat dikendalikan pemerintah.
Program rehabilitasi dilakukan dengan berusaha memulihkan kemampuan berproduksi. Selama sepuluh tahun terakhir masa pemerintahan Orde Lama, Indonesia mengalami kelumpuhan dan kerusakan pada prasarana social dan ekonomi. Lembaga perkreditan desa, gerakan koperasi, dan perbankan disalahgunakan dan dijadikan alat kekuasaan oleh golongan dan kelompok kepentingan tertentu. Dampaknya lembaga (negara) tidak dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyusun perbaikan tata kehidupan rakyat.

Kerjasama Luar Negeri

  • Pertemuan Tokyo
Selain mewariskan keadaan ekonomi yang sangat parah, pemerintahan Orde Lama juga mewariskan utang luar negeri yang sangat besar yakni mencapai 2,2-2,7 miliar, sehingga pemerintah Orde Baru meminta negara-negara kreditor untuk dapat menunda pembayaran kembali utang Indonesia. Pada tanggal 19-20 september 1977 pemerintah Indonesia mengadakan perundingan dengan negara-negara kreditor di Tokyo. Pemerintah Indonesia akan melakukan usaha bahwa devisa ekspor yang diperoleh Indonesia akan digunakan untuk membayar utang yang selanjutnya akan dipakai untuk mengimpor bahan-bahan baku. Hal ini mendapat tanggapan baik dari negara-negara kreditor. Perundinganpun dilanjutkan di Paris dan dicapai kesepakatan sebagai berikut
  1. Pembayaran hutang pokok dilaksanakan selama 30 tahun, dari tahun 1970 sampai dengan 1999.
  2. Pembayaran dilaksanakan secara angsuran, dengan angsuran tahunan yang sama besarnya.
  3. Selama waktu pengangsuran tidak dikenakan bunga.
  4. Pembayaran hutang dilaksanakan atas dasar prinsip nondiskriminatif, baik terhadap negara kreditor maupun terhadap sifat atau tujuan kredit.

  • Pertemuan Amsterdam
Pada tanggal 23-24 Februari 1967 diadakan perundingan di amsterdam, belanda yang bertujuan membicarakan kebutuhan Indonesia akan bantuan luar negeri serta kemungkinan pemberian bantuan dengan syarat lunas, yang selanjutnya dikenal dengan IGGI (Intergovernmental Group for Indonesia). Pemerintah Indonesia mengambil langkah tersebut untuk memenuhi kebutuhannya guna pelaksanaan program-program stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi serta persiapan-persiapan pembangunan Di samping mengusahakan bantuan luar negeri tersebut, pemerintah juga berusaha dan telah berhasil mengadakan penangguhan serta memperingan syarat-syarat pembayaran kembali (rescheduling) hutang-hutang peninggalan orde . Melalui pertemuan tersebut pemerintah Indonesia berhasil mengusahakan bantuan luar negeri.
Pembangunan Nasional
  • Trilogi pembangunan
Setelah berhasil memulihkan kondisi politik bangsa Indonesia, maka langkah selanjutnya yang ditempuh pemerintah Orde Baru adalah melaksanakan pembangunan nasional. Pembangunan nasional yang diupayakan pemerintah waktu itu direalisasikan melalui Pembangunan Jangka pendek dan Pembangunan Jangka Panjang. Pambangunan Jangka Pendek dirancang melalui Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Setiap Pelita memiliki misi pembangunan dalam rangka mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia. Sedangkan Pembangunan Jangka Panjang mencakup periode 25-30 tahun. Pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam upaya mewujudkan tujuan nasional yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945 yaitu:
  1. Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah Indonesia
  2. Meningkatkan kesejahteraan umum
  3. Mencerdaskan kehidupan bangsa
  4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
Pelaksanaan Pembangunan Nasional yang dilaksanakan pemerintah Orde Baru berpedoman pada Trilogi Pembangunan dan Delapan jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil. Isi Trilogi Pembangunan adalah :
  1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
  2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
  3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Dan Delapan Jalur Pemerataan yang dicanangkan pemerintah Orde Baru adalah:
  1. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat khususnya pangan, sandang dan perumahan.
  2. Pemerataan memperoleh kesempatan pendidikan dan pelayanan kesehatan
  3. Pemerataan pembagian pendapatan.
  4. Pemerataan kesempatan kerja
  5. Pemerataan kesempatan berusaha
  6. Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita.
  7. Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah Tanah Air
  8. Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
  • Pelaksanaan Pembangunan Nasional
Seperti telah disebutkan di muka bahwa Pembangunan nasional direalisasikan melalui Pembangunan Jangka Pendek dan Pembangunan Jangka Panjang. Dan Pembangunan Jangka Pendek dirancang melalui program Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Selama masa Orde Baru, pemerintah telah melaksanakan enam Pelita yaitu:
    • Pelita I
Pelita I dilaksanakan mulai 1 april 1969 sampai 31 maret 1974, dan menjadi landasan awal pembangunan masa Orde Baru. Tujuan Pelita I adalah meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan tahap berikutnya. Sasarannya adalah pangan, sandang, perbaikan prasarana perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Titik beratnya adalah pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
    • Pelita II
Pelita II mulai berjalan sejak tanggal 1 April 1974sampai 31 Maret 1979. Sasaran utama Pelita II ini adalah tersedianya pangan, sandang, perumahan, sarana prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II dipandang cukup berhasil. Pada awal pemerintahan Orde Baru inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I inflasi berhasil ditekan menjadi 47%. Dan pada tahun keempat Pelita II inflasi turun menjadi 9,5%.
    • Pelita III
Pelita III dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 sampai 31 Maret 1984. Pelaksanaan Pelita III masih berpedoman pada Trilogi Pembangunan, dengan titik berat pembangunan adalah pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan.
    • Pelita IV
Pelita IV dilaksanakan tanggal 1 April 1984 sampai 31 Maret 1989. Titik berat Pelita IV ini adalah sektor pertanian untuk menuju swasembada pangan, dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri  sendiri. Dan di tengah berlangsung pembangunan pada Pelita IV ini yaitu awal tahun 1980 terjadi resesi. Untuk mempertahankan kelangsungan pembangunan ekonomi, pemerintah mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal. Dan pembangunan nasional dapat berlangsung terus.
    • Pelita V
Pelita V dimulai 1 April 1989 sampai 31 Maret 1994. Pada Pelita ini pembangunan ditekankan pada sector pertanian dan industri. Pada masa itu kondisi ekonomi Indonesia berada pada posisi yang baik, dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 6,8% per tahun. Posisi perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.
    • Pelita VI
Pelita VI dimulai 1 April 1994 sampai 31 Maret 1999. Program pembangunan pada Pelita VI ini ditekankan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian, serta peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak pembangunan. Namun pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara asia tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian telah menyebabkan proses pembangunan terhambat, dan juga menyebabkan runtuhnya pemerintahan Orde Baru.
Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru
  • Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.565
  • Sukses transmigrasi
  • Sukses KB
  • Sukses memerangi buta huruf
  • Sukses swasembada pangan
  • Pengangguran minimum
  • Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
  • Sukses Gerakan Wajib Belajar
  • Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
  • Sukses keamanan dalam negeri
  • Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
  • Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri
Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
  1. Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
  2. Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat
  3. Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua
  4. Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya
  5. Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin)
  6. Pelanggaran HAM kepada masyarakat non pribumi (terutama masyarakat Tionghoa)
  7. Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
  8. Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibredel
  9. Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program "Penembakan Misterius"
  10. Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya)
  11. Menurunnya kualitas birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit Asal Bapak Senang, hal ini kesalahan paling fatal Orde Baru karena tanpa birokrasi yang efektif negara pasti hancur.
  12. Menurunnya kualitas tentara karena level elit terlalu sibuk berpolitik sehingga kurang memperhatikan kesejahteraan anak buah.
  13. Pelaku ekonomi yang dominan adalah lebih dari 70% aset kekayaaan negara dipegang oleh swasta
  14. Dan Lain Sebagainja
Krisis finansial Asia
Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia, disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, Soeharto mengundurkan diri pada 21 mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B.J.Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
Pasca-Orde Baru
Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan "Era reformasi". Masih adanya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih belum berakhir. Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai "Era Pasca Orde Baru".
Meski diliputi oleh kerusuhan etnis dan lepasnya timor timur transformasi dari Orde Baru ke Era Reformasi berjalan relatif lancar dibandingkan negara lain seperti uni soviet dan yugoslavia. Hal ini tak lepas dari peran Habibie yang berhasil meletakkan pondasi baru yang terbukti lebih kokoh dan kuat menghadapi perubahan zaman.

Ekonomi Indonesia Tahun 2014
Perekonomian Indonesia memiliki kasus yang hampir mirip dengan negara India, yaitu maraknya serangan spekulan serta defisit transaksi berjalan. Defisit transaksi berjalan pada tahun 2013 telah mencapai angka 3,5%. Akan tetapi, jika keadaan ekonomi dan konsumsi/impor dapat ditekan untuk tahun 2014 maka defisit hanya akan mencapai angka 2,8%. Keadaan defisit neraca tersebut sebenarnya sudah berlangsung sejak tahun 1997. Hal ini disebabkan oleh dua hal yaitu berubahnya negara Indonesia menjadi negara net oil importir sejak tahun 2003 setelah dulunya Indonesia adalah negara net oil exportir. Alasan kedua adalah sebelum terjadinya krisis moneter, setiap kali terjadi defisit, negara Indonesia selalu di-supply dana oleh IGGI/CGI. Semenjak pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai membaik dan Indonesia digolongkan sebagai negara menengah, pinjaman CGI/IGGI sekarang lebih bersifat komersiil. Kini, dengan adanya kedua faktor tersebut, Indonesia semakin tertekan. Ditambah dengan hasil ekspor yang kurang mencukupi, cicilan imbal hasil yang tinggi, serta meningkatnya subsidi.
Kondisi defisit neraca perdagangan tersebut diperparah dengan berubahnya life style masyarakat Indonesia. Terlebih saat periode menurunnya tingkat suku bunga BI Rate di Indonesia, tingkat konsumsi semakin menjadi-jadi karena banyaknya masyarakat yang mengambil kredit untuk barang konsumsi. Padahal, sebagian besar barang konsumsi kita (misal alat-alat elektronik, makanan di restoran, pakaian, dsb.) adalah barang impor. Jika konsumsi Indonesia tidak ditekan, impor negara Indonesia tidak akan sanggup mengimbangi ekspor luar negeri dan pada akhirnya defisit neraca perdagangan akan semakin besar.
Sebenarnya Indonesia pernah mengalami masa kejayaan setelah mengalami keterpurukan akibat krisis moneter tahun 1997-1998. Jika Indonesia menengok ke arah 5 tahun ke belakang (2008-2012), dapat dikatakan bahwa lima tahun lalu adalah lima tahun penuh kelimpahan (5 years of plenty). PDB kita terus menguat dari 6,0% menjadi 6,5%, BI rate menurun dari 9,5% menjadi 5,75%, dan menguatnya Rupiah. Kondisi kejayaan tersebut disebabkan oleh booming-nya komoditas Indonesia (harga barang-barang komoditas naik sehingga hasil ekspor tinggi) serta inflow modal (banjir likuiditas akibat QE). Akan tetapi, dengan tidak adanya reformasi stuktural yang meliputi pembenahan infrastruktur, produktivitas, serta pasar tenaga kerja, menyebabkan kondisi kelimpahan tersebut kembali ke kondisi normal pada tahun 2013. PDB yang terus menurun menjadi +/- 5%, BI rate terus meningkat hingga mencapai angka 8%, serta imbal hasil SUN 10Y yang mencapai >8% semakin menambah beban negara. Lalu bagaimanakah kondisi masa depan ekonomi Indonesia jika kebijakan struktural/ reformasi pemerintahan yang baru tidak segera mengambil langkah preventif? Terlebih di tengah tekanan isu US tapering serta revolusi shale gas Amerika yang otomatis menurunkan harga komoditas dunia.
Menengok kondisi Indonesia saat ini yang dapat dikatakan menurun dibandingkan lima tahun lalu, serta kekhawatiran akan kondisi masa depan, maka perancangan sistematis pembangunan menjadi sangat penting untuk dilakukan. Semenjak GBHN dihapuskan, negara Indonesia mengalami kebingungan arah pembangunan sebab saat ini Indonesia hanya bergantung pada RJP. Seharusnya Indonesia meniru negara China dan Korea yang telah membuat perencanaan negaranya hingga 20 tahun ke depan. Di negeri Korea, industri alat-alat berat awal mulanya dibangun sehingga sesuai prediksi, akhirnya industri elektronik bisa berkembang. Korea juga membuat perencanaan melalui sosial budaya, yaitu budaya K-POP yang telah menyerbu negara lain hingga Jepang. Pada akhirnya budaya K-POP ini berpengaruh kepada ritel Korea (Cloth Mark).
Kondisi keterpurukan Indonesia akibat tapering USA tersebut memang membawa dampak signifikan bagi perekonomian Indonesia. Tahun 2013 Indonesia menjadi negara dengan perekonomian terburuk di Asia serta nomor 2 di dunia setelah Argentina dan Peso.
Langkah Kebijakan Ekonomi Indonesia Tahun 2014
Setelah sejenak kita melihat perbandingan pembangunan ekonomi Indonesia dengan negara lain, sekarang kita lihat langkah kebijakan apa saja yang telah diambil oleh Indonesia sebagai langkah preventif untuk mengurangi defisit neraca berjalan pada tahun 2014. Menurut Gubernur BI, bagaimanapun juga, ekspor Indonesia tidak akan dapat ditingkatkan karena hal tersebut di luar kendali Indonesia. Harga barang komoditas sangat terancam oleh prospektus revolusi shale gas di USA. Terlebih adanya larangan ekspor atas beberapa logam antara lain nikel dan bauksit, tentu saja membuat neraca perdagangan Indonesia semakin minus. Dari perhitungan didapatkan bahwa pelarangan ekspor atas nikel dan bauksit itu sendiri menyumbang defisit sebesar 0,2%.
Oleh karena itu, jalan satu-satunya yang diambil oleh Gubernur BI adalah dengan menekan pola konsumsi masyarakat yang kebanyakan merupakan konsumsi barang-barang impor. Cara pertama adalah dengan menaikkan Pajak Penghasilan atas impor sebagaimana secara eksplisit telah terlihat pada PMK-175/PMK.011/2013, bahwa impor baik dengan API maupun tanpa API atas barang-barang tertentu (sebagian besar barang-barang konsumsi), tetap dikenakan tarif 7,5% (sebelumnya impor barang dengan API hanya dikenakan tarif 2,5%. Langkah kedua adalah dengan meningkatkan PPnBM atas impor barang-barang yang tergolong lux, misalnya gadget, smartphone, dsb. Langkah selanjutnya adalah dengan menurunkan nilai tukar rupiah terhadap dollar. Saat ini rupiah telah berkisar di antara level Rp11.000 hingga Rp12.000, padahal sebelumnya hanya berkisar pada level Rp8.500,-. Diperkirakan rupiah akan terus ditekan hingga mencapai level Rp12.500 pada akhir semester kedua tahun 2014 ini dengan harapan pola konsumsi masyakat juga dapat ditekan. Kebijakan selanjutnya yang diluncurkan BI adalah penurunan jumlah kredit. Tahun lalu BI memberikan prediksi pertumbuhan kredit yang digelontorkan oleh Bank Indonesia adalah sebesar 25%. Akan tetapi pada tahun 2014 ini, BI menurunkan prediksi pertumbuhan kredit menjadi 15%.
Terkait dengan adanya ancaman tapering USA, yield SUN Indonesia tertekan hingga mencapai level 8% ke arah 9%, padahal sebelumnya sempat mencapai angka 10-12%. Hal tersebut sebagian besar juga disebabkan oleh berkurangnya inflow modal akibat semakin ketatnya Quantitative Easing.
Selain itu, kondisi cuaca yang tidak mendukung pada awal tahun 2014 ini tentu saja mempengaruhi kondisi perekonomian negara Indonesia. Diperkirakan akibat meluasnya banjir, barang-barang konsumsi akan semakin langka sehingga akan terjadi inflasi sebesar 8,4%. Akan tetapi akan inflasi tersebut akan turun ke base 5%-6% pada bulan Juni ketika cuaca mulai membaik.
Beberapa faktor utama yang memperburuk perekonomian Indonesia adalah belum jelasnya aturan mengenai daftar negara yang boleh dan tidak boleh berinvestasi di Indonesia sehingga membuat investor menjadi enggan untuk berinvestasi di Indonesia. Kemudian kebijakan LTV (Loan To Value) yang lebih memperketat penyaluran kredit untuk otomotif serta rumah kedua dst. membuat pertumbuhan sektor properti dan otomotif sedikit melamban. Adanya kesenjangan UMR antara daerah dengan Jakarta membuat banyaknya tenaga kerja yang berpindah ke kota serta memicu relokasi pabrik-pabrik di daerah. Pada akhirnya, tenaga kerja yang tidak berpindah akan mengalami kehilangan pekerjaan sehingga ancaman kredit macet properti akan meningkat akibat meningkatnya pengangguran.
Akan tetapi, di tengah faktor penekan ekonomi Indonesia sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya pada awal-awal tahun 2014, diharapkan diakhir tahun 2014 perekonomian Indonesia akan membaik. Setidaknya hal tersebut tertolong oleh diselenggarakannya Pemilu 2014. Pemilu bisa menjadi katalis positif bagi konsumsi dalam negeri, produktivitas industri, tenaga kerja, serta membawa harapan baru bagi investor untuk kembali menanamkan modalnya di Indonesia sehingga efek negatif tapering dapat dihindari.
Faktor-faktor positif lainnya yang juga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah adanya sektor dollar earner misalnya konsumsi, transportasi, pariwisata. Selain itu daya beli masyarakat yang tinggi akibat meningkatnya UMR juga dapat menjadi stimulus untuk konsumsi dalam negeri. Kenaikan suku bunga pada level 8% akan menjadi daya tarik tersendiri bagi investor. Ditambah dengan adanya wacana subsidi BBM yang tetap sehingga risiko fiskal menjadi rendah, mampu menambah rating Indonesia di mata investor.
Akhirnya, dengan menganalisis kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah serta faktor-faktor positif dan negatifnya, analis ekonom Indonesia optimis bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meningkat 0,2% dari realisasi pertumbuhan ekonomi tahun, yaitu menjadi 5,8% dari angka 5,6%. Salah satu penyebab utama peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,2% tersebut adalah adanya katalis Pemilu 2014 yang menyebabkan terjadinya konsumsi besar-besaran.
Stabilitas keamanan politik sosial ekonomi jelang pemilu tahun 2014 yang akan diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada tanggal 9 April 2014 relatif aman, terkendali dan kondusif. Demikian yang diutarakan oleh Djoko Suyanto selaku Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam)  pada berita informasi yang dilansir dari website www.setkab.go.id mengenai Situasi Kondusif Jelang Pemilu 2014.

"Pemerintah secara umum berhasil mengelola dinamika politik, hukum dan keamanan nasional, dengan dukungan seluruh lapisan masyarakat. Meski demikian, untuk memastikan stabilitas politik, hukum dan keamanan jangka panjang, seluruh komponen bangsa harus bekerjasama bagi penegakan hukum dan pemberian keamanan yang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku," kata Menko Polhukam Djoko Suyanto saat memimpin Rapat Koordinasi Menko Polhukam dengan Kepala Perwakilan RI wilayah Asia Pasifik, di Grand Millennium Hotel, Beijing, Jumat (15/11).

Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Raja Sapta Oktohari berharap stabilitas keamanan menjelang Pemilu 2014 sebab stabilitas sosial politik dan keamanan yang terganggu bisa menjadi tantangan besar dalam menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) 2015. Okto mengatakan dinamika sosial politik belakangan ini memang cenderung dinamis apalagi menjelang Pemilu 2014.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengharapkan stabilitas politik dan keamanan dapat terjaga sepanjang 2013 dan menjelang pemilu 2014 sehingga perhelatan politik lima tahunan itu dapat berlangsung dengan tertib.

"Menuju Pemilu 2014, saya mengajak saudara-saudara kaum muslimin dan muslimat di seluruh tanah air dan seluruh rakyat Indonesia untuk menciptakan kehidupan berdemokrasi yang santun, beretika, teduh, dan damai,"

Kepala Negara mengatakan kondisi keamanan dan ketertiban yang stabil dapat membantu pembangunan berlangsung dengan baik.

"Suasana yang tertib, aman dan damai seperti itu amat kita perlukan untuk membangun negara kita menuju masa depan yang lebih baik," kata Presiden.

Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tanjung meminta pemerintah benar-benar menjaga stabilitas politik melalui penciptaan iklim keamanan yang kondusif sehingga pelaksanaan Pemilu 2014 berjalan demokratis. Pemerintah juga harus menyediakan semua hal terkait penyelenggaraan pemilu agar berjalan dengan demokratis.

Untuk saat ini, Akbar memandang pemerintah masih serius menyelenggaraan Pemilu 2014 dengan mengalokasikan anggaran senilai Rp 17 trilun untuk berlangsungnya pesta demokrasi pemilu 2014 tersebut. Dengan dana sebesar itu, pemilu mendatang harus bisa mencerminkan peningkatan kualitas berdemokrasi di Indonesia.

Namun, itu semua baru bisa terwujud apabila semua pihak mempersiapkan diri sebaik-baiknya. “Pelaku politik, pengamat, dan media massa harus bisa menciptakan iklim politik yang kondusif, sehingga terselenggara pemilu yang jujur dan adil,” ujarnya.

Pada saat yang sama, peran partai politik sebagai salah satu pilar demokrasi juga harus lebih ditingkatkan dalam praktik politik. Fungsi itu terkait untuk menjembatani kepentingan rakyat, pendidikan, dan rekrutmen politik, kaderisasi, serta menetapkan kebijakan untuk rakyat.

Sebelumnya, pemerintah menganggarkan tidak kurang dari Rp17 triliun untuk pembiayaan penyelenggaraan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden. Jumlah tersebut belum berasal dari para peserta pemilu.

Perhelatan demokrasi itu merupakan yang terbesar tidak saja bagi Indonesia namun juga dalam bandingannya dengan pemilu di negara-negara demokrasi lainnya. Semua rakyat berharap dan perlu memastikan pemilu mendatang berlangsung secara lancar, tertib, dan damai.